Langsung ke konten utama

Ber media (secara) sosial


Aku yakin 90 persen dari temen-temen yang membaca blog ini pasti punya akun di setiap media sosial. Ada facebook, Twitter, Whatsapp, Line, Path sampe media sosial yang lagi hits banget Instagram. Aku pribadi juga mempunyai beberapa akun media sosial antara lain whatsapp sbg satu satunya aplikasi chatting yg aku miliki, lalu kedua adalah instagram yang aku buat pada tahun 2015. Pasti temen-temen bertanya. loh kok facebook tidak aku sebut? Padahal itu adl sosial media sejuta umat. Fine, aku jelasin dsini bahwa aku sudah tidak aktif menggunakan akun facebookku lagi terhitung sekitar tahun 2017. Alasannya kenapa? nanti aku bahas di bawah..hehe

Cerita mengenai pengalamanku bersosial media dimulai dengan membuat akun facebook pada saat duduk dibangku SMA. Saat pertama kali mendengar facebook dari teman-teman di kelas memang awalnya agak "aneh". Maklum aku dulu belum "melek" teknologi alias gaptek. Sangat beralasan sekali remaja pada masa itu (th 2007) masih cupu, tidak seperti milenials pada saat ini karena memang akses internet belum semudah sekarang. Dulu, ketika kamu ingin mengakses internet harus ke Warnet. Buat ku yang memang anak rumahan banget, males keluar rumah kalo gak perlu-perlu amat. Jadi supaya tetap bisa berselancar di dunia maya tp gak mau keluar rumah, ya aku terpaksa membeli pulsa reguler (krn dulu belum ada pulsa paket data) untuk sekedar mengakses facebook, email (yg kala itu yahoo), dan atau sekedar untuk mengirim pesan gambar melalui sms (Wow jadul banget gw woy). Bisa membayangkan ya teman-teman semua, kala itu tarif internet masih lumayan mahal buat sekelas anak SMA, lalu aku pake pulsa limaribuan utk berselancar di dunia maya. Dalam sekejab lenyaplah sudah itu pulsa gocengan. Hahaha 

Oke,kebanyakan ngalor ngidul ngga jelas nih

Dulu aku pakai facebook hanya untuk update status supaya dapet like dan komentar dari teman facebook ku. Dan hanya untuk saling add (follow) akun teman sekelas. That's it. Tidak ada motivasi lain dalam bermain facebook kala itu. Eh ada deng! Ups hampir lupa.
Selain ingin terlihat gaya karena sudah memiliki akun facebook, tujuan lainku berfacebook ria adalah stalking cowo idaman. Hahaha. Ini aib sih, tapi ini harus aku ceritain ini supaya nyambung sama topik yg mau aku bahas.

Jadi pada saat cupu dulu, aku itu nemuin salah satu akun dari mutual friends d facebook namanya J****** (sensor), sorry aku sensor nama akunnya krn kalo nggak disensor, temen2 yg baca pasti langsung cek akun tsb. Xoxoxoxo
Singkat cerita aku kepoin lah beranda akun cowok tsb. Sampe bolak balik liatin galeri foto dan history statusnya. Sampe ke komen komennya pun aku bacain satu satu. Wagelaseh! stalker banget saat itu. Tapi cuma sebatas stalker. Nggak berani buat inbox duluan. hehe. Ya gini gini aku jg penganut mental jual mahal sm cowok. Piuh...
Kayaknya aku sampe bisa baca karakter si cowok itu krn merhatiin cari interaksi dia sm temen-temennya di facebook dan liat beberapa fotonya (sok tau). 
Ya hanya itu motivasiku bermain facebook kala itu. Hingga akhirnya aku sudah tidak aktuf membuka facebookku per tahun 2017. Termasuk uninstal aplikasinya dari smartphoneku.
Beberapa tahun belakangan, itu artinya th 2016 dan pertengahan 2017 aku perhatikan, facebook isi kontennya sudah tidak relate dengan kepribadianku lagi. Pasalnya kala itu beranda facebook dipenuhi iklan, promosi, akun jualan dan berita-berita click bait. 
Dan menurutku esensi facebook yg pernah aku rasakan sudah tidak ada lagi saat itu. Lalu aku tinggalkan facebook dan beralih ke akun isntagram yg sbnernya sudah aku buat pada tahun 2015 dan baru aktif saat tahun 2017an.


Saat ini aktif sbg pengguna instagram. 
Instagram memberikan dampak psikis yg lumayan buruk buatku sebenarnya. Aku merasa menjadi bergantung pada instagram ketika aku menjumpai moment2 indah yg sekiranya bisa aku bagikan dengan para followersku. Jujur, sama sekali tidak pernah ada niat ketika memposting sesuatu konten di instagram adl untuk pamer. Tapi ternyata kita tdk boleh menutup mata dan telinga bahwa perspektif orang terhadap apa yg kita lakukan tidak seperti niat kita.

Terkadang ada beberapa orang yg memiliki penilaian lain terhadap apa yg kita tunjukkan di media sosial. Penerimaannya ada dua, penerimaan negatif dan penerimaan positif.




Media sosial mempunyai dampak yang sangat besar bagi kehidupan sosial kita. Ya iyalah namanya juga media sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Product - Beauty 1001 (002) Selsun Gold Dandruff Shampoo Ketombe Dengan Conditioner

Halo teman-teman semua, Kembali aku mau menulis jurnal tentang apa saja yang aku alami dan rasakan. Kali ini aku mau coba berbagi pengalaman soal produk perawatan rambut. Bagi wanita rambut merupakan mahkota, baik yang pakai hijab maupun tidak. Rambut buatku sangat krusial ya perannya karena kalau kondisi rambut sedang tidak baik ( bad hair day ) akan mempengaruhi mood ku seharian. Untuk mendapatkan rambut yang sesuai harapanku, aku selalu pakai hair care yang sesuai dengan kondisi rambutku. Tapi, dulu aku orangnya slebor banget alias gak peduli sama perawatan diri jadi ga aneh-aneh asal wangi dan nggak sulit dicari di mini market deket rumah.  Untuk shampo aku sih gak terlalu pilih-pilih merk ya, asal wangi aja dan gak mikirin kandungan apa yang ada di dalamnya. Pakai conditioner juga jarang-jarang karena malas apalagi kalo keramas malam hari    (karena pulang ngantor biasanya selepas maghrib)  udah bawaannya pengen buru-buru kelar aja.  Kebetulan ...
Selamat malam, Ini tulisan pertama saya di blog pribadi yang sudah lama saya buat tapi belum pernah saya gunakan sama sekali. Setelah sibuk bekerja dan kuliah, minat saya akan menulis menjadi sangat berkurang. Yang paling mengerikan adalah minat baca saya juga sangat menurun ketimbang pribadi saya  beberapa tahun lalu (masa-masa Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas). Hari-hari saya sekarang dipenuhi dengan deadline dan deadline. Ya. Deadline. Entah itu Deadline kerjaan atau deadline tugas kuliah. Fiuh ! Sungguh, ini hanya cerita klasik mahasiswa yang sambil bekerja. Ups, saya koreksi...pekerja yang menjadi mahasiswa. Saya harus pandai-pandai membagi waktu yang terasa sangat singkat dirasa untuk menyelasaikan tugas-tugas kantor dan kuliah saya. Dari 24 jam yang saya punya setiap harinya, saya menggunakan 6 jam saja waktu malam sampai pagi untuk meretaskan segala peluh saya dan kelusuhan saya di kasur yang tak begitu empuk. 8 jam saya habiskan untuk bekerja p...