Belakangan menikah bukan lagi menjadi salah satu tahapan hidup yang harus dialami seseorang pada masa tertentu atau tidak dialami sama sekali bagi sebagian penganut ,melainkan sudah bergeser maknanya bahwa menikah menjadi sebuah tekanan lingkungan sosial jika seseorang telah menginjak usia tertentu. Kali ini aku ingin membahas sedikit tentang perasaan ditekan untuk menikah karena lingkungan sosial. Ada teman-teman yang mengalami juga?
Aku pernah dalam posisi ini dan malahan sedang merasakan intens diposisi ini. Saat usia ku 20an sampe 26an aku melihat teman-teman perempuanku sudah pada menikah, punya anak bahkan dari lulus SMA sudah ada loh yang langsung memutuskan untuk menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Ketika teman-temanku ada pada masa-masa itu, sementara aku? Merasa biasa-biasa saja sih, gak 'gitu-gitu' banget juga (maksudnya :kepengen kawin juga). Karena ketika masa-masa usiaku 20's, yang aku kerjakan ya kerja, kuliah, main dan pacaran. Nah, pacaran saja aku baru dua kali loh. Pada saat itu, aku sedang menjalin hubungan pacaran dengan teman kuliahku, sampai sekarang.
Meskipun aku tidak merasakan hal-hal yang mengganggu pikiranku ketika teman-temanku menikah dan berkeluarga di usia 20's, tetap saja selintas aku pernah membanding-bandingkan tingkat kehidupanku dengan teman lainnya yang sudah menikah. Dan ketika itu aku melihat pernikahan adalah sebuah garis finish atau standar kesuksesan seorang perempuan dalam menarik lawan jenisnya. Kira-kira ilustrasinya seperti ini : pencapaian tertinggi seorang perempuan adalah ketika bisa menikah pada usia 20an ('laku' cepet bangga), ya aku terang saja menyebutnya demikian karena paradigma lama ini masih belum sepenuhnya berganti. Kenapa aku mengatakan menikah adalah takaran kesuksesan perempuan diusia 20an? Karena stigma di lingkungan sosial yang mendikte bahwa perempuan harus menikah diusia segitu, jika lewat dari kepala angka dua, ya pasti didikte perawan tua, atau bakal susah dapat jodohnya bahkan buat perempuan-peremuan yang kehidupannya padat aktivitas pun bisa kena anggapan ini. "Awas loh jangan keasikan kerja, kejar karir malah jadi lupa nikah", "Jangan terlalu sukses, nanti cowo yang mau deketin minder" sering denger ya kalimat begini dari lingkungan bahkan dari orang terdekat.
Siapa teman-teman disini yang pernah berpikir demikian?
atau pernah berpikir, kalo udah nikah, udah tenang, kelar semua urusan hidup, apalagi perempuan, udah tinggal bergantung hidupnya sama suami, apalagi kalo cewe-cewe lagi putus asa sama hidup pasti pikirannya gak jauh dari ini, kawin aja deh. Ada yang pernah berpikir demikian? Aku salah satunya pernah berpikir demikian.
Bersyukur sekali, bayang-bayang keputus asaan itu tidak lama-lama aku pelihara dalam otak, sekarang aku mencoba terbuka akan segala kemungkinan dan tidak terbebani oleh nilai ideal yg dibangun oleh lingkungan sosial, jadi sudah tidak begitu ambil pusing kalau ditanya 'kapan nikah?' saat lebaran atau saat reuni dengan teman lama atau bahkan sekedar basa basi saat memulai chat dengan teman yang jarang bertemu.
Bersyukur sekali, bayang-bayang keputus asaan itu tidak lama-lama aku pelihara dalam otak, sekarang aku mencoba terbuka akan segala kemungkinan dan tidak terbebani oleh nilai ideal yg dibangun oleh lingkungan sosial, jadi sudah tidak begitu ambil pusing kalau ditanya 'kapan nikah?' saat lebaran atau saat reuni dengan teman lama atau bahkan sekedar basa basi saat memulai chat dengan teman yang jarang bertemu.
Tenyata, pemikiran aku itu berubah total setelah aku mencoba mengenali diri aku sendiri, setelah aku berusaha jujur sama diri aku sendiri. Mencoba mengerti apa sih sebenernya mau nya diriku.
Aku mencoba memahami apa keinginan diriku sendiri tanpa harus memperdulikan stigma lingkungan sosial atau standar orang lain soal pencapaian hidup. Aku coba cari tau, sebenarnya mau ku itu apa sih? Selesai kuliah, bisa merdeka secara financial dan hidup mandiri, lalu menikah dengan orang yang benar-benar sudah kita yakini untuk sama-sama saling mengasihi sampai tutup usia. Setelah aku tau apa mau ku, lalu aku berusaha keras supaya aku bisa melalui masa-masa itu dengan realistis, karena itu semua harus dijalani dengan sabar dan butuh waktu. Dari situ aku belajar menerima situasi dan percaya sama proses yang sedang aku jalani. Bahwa semua yang ingin aku raih tidak bisa aku peroleh dengan instan, semua harus aku lalui prosesnya dan jalani.
Aku juga perlahan mencoba untuk jujur terhadap diriku sendiri. Jika memang aku belum siap secara mental, fisik dan financial, ya jangan dipaksakan untuk menikah. Tapi kadang kita kan menentang apa kata hati karena cenderung memilih untuk melawan kenyataan yang ada. Hingga pada akhirnya aku sadar bahwa berpura-pura menjadi siap tidak baik untuk kesehatan mentalku. Ternyata aku belum siap.
Beberapa kali sempat diajak serius sama laki-laki tapi tidak sampai ke pelaminan, kalo memang belum saatnya dan jodohnya, ya gak terjadi. Nyesel nggak? Ya ampun, keputusan besar kamu sendiri yang nentuin, mutusin dan jalanin masa harus disesali dibelakang? Kalau pada saat itu belum 'sreg' sama orangnya, atau belum siap, mau apa?
Dan, aku mencoba menjalani apa yang saat itu Tuhan beri : ada kesempatan bekerja, cari uang untuk bayar kuliah, hidup mandiri, dan kesempatan belajar yang sudah lama tertunda. Pada fase-fase ini ada juga kok trial and error nya. Ups and down, kadang merasa menjadi manusia paling malang sedunia, tapi bersyukur itu tidak berlarut lama karena kesibukan menjalani aktivitas sehari-hari menjadikanku lebih produktif dan gak terus-terusan mikirin kapan kawin..hehe.
Sambil menunggu kesiapan mental, fisik dan financial untuk menikah, aku juga sambil belajar mengenal pasanganku saat ini. Bagaimana kita sebagai individu bisa saling mengenal karakter masing-masing, saling menguatkan dan mendukung mimpi masing-masing. Setiap hari belajar bersama meskipun ada kalanya beda pendapat dan perang dingin soal prinsip yang nyebrang. Poin ini menjadi sangat penting bagiku ketimbang hanya mikirin persiapan pernikahan seperti mau pake MUA hits siapa, dekor pelaminan ala-ala dan venue indoor atau outdoor . Karena bagiku, memilih orang yang tepat untuk dijadikan pasangan sah adalah sebuah investasi besar yang sangat beresiko. Selayaknya produk investasi, jodoh ini akan menjadi sukses atau tidaknya pencapaian goals kita dalam hidup. Jadi jangan cuma persiapkan mental dan keuangan saja sebelum menikah ya guys, tapi sosok yang akan kita pilih juga harus sesuai dengan kriteria kalian.
Dengan segala pengalaman hidup, aku belajar mengenal diri sendiri. Karena dengan kita mengenal diri kita sendiri, we are whole as one. Kita utuh seutuh utuhnya. Gak ada orang lain yang lebih tau diri kita selain kita sendiri. Keutuhan ini aku rasa sangat diperlukan ketika kita ingin berumah tangga kelak.
Bagiku, menikah bukanlah sebuah garis finish tapi merupakan garis start yang rute perjalanannya tak terhingga dan tidak bisa ditebak kondisinya. Memilih pasangan juga tidak boleh tergesa-gesa hanya karena tujuannya ingin segera melepas masa lajang.
Yang terpenting fokuslah pada diri sendiri dan pasangan kamu. Kita memiliki jalan hidup yang berbeda-beda. Prioritas yang berbeda-beda pula. Jadi jangan paksakan standar hidupmu sama dengan kebanyakan orang. Buat standar hidup sesuai apa yang kamu mau, cobalah memahami kemauanmu dan jujur dengan diri sendiri.
Buat aku, tidak ada istilah telat nikah. Atau ketuaan nikah. Aku merasa setiap orang punya waktu yang tepat untuk memulai kisahnya. Stop membandingkan proses kamu dengan orang lain. Jika sudah siap dari segala aspek yang kamu tentuin, inshaAllah Yang Maha Kuasa akan memberikan jalan juga buat kamu.
Aku juga yakin, semua perjalanan hidup yang aku lalui selama ini akan juga membantu kesiapan aku untuk fase hidup yang akan aku jalani selanjutnya.
Dan memilih untuk menikah juga harus atas dasar kesadaran penuh ya, bukan karena pressure lingkungan dan keluarga.
Sharing ku kali ini bukan untuk mendikte bahwa menikah di usia muda juga kurang tepat, kalau sudah berjodoh dan waktunya why not. Dan bagi yang belum menikah juga tidak salah. Banyak kesempatan yang tergelar di luar sana, yang terbuka untuk kalian coba, dan percayalah bahwa setiap proses yang kamu jalani sekarang akan membawa kamu kepada suatu fase yang kamu harapkan. Nikmati prosesnya, percaya bahwa Tuhan akan senantiasa kasih jalan untuk kita yang mau berusaha dan berdoa tentunya. Karena apa yang seharusnya untuk kita, akan jadi milik kita.
Tetap semangat ya teman-teman.
Love,
AS
Love,
AS
Komentar
Posting Komentar